Rabu, 12 April 2023

Beri Rating Peristiwa di Hidupmu ala Oprah Winfrey

Terinspirasi dari buku milik Oprah Winfrey yang bertajuk Yang Aku Tahu dengan Pasti, ada bagian di buku yang menuliskan bagaimana cara seorang Oprah Winfrey menghargai setiap peristiwa penting yang membahagiakannya. Saya ambil contoh, saat dia memanen tanaman hasil kebun di rumahnya, Oprah begitu bahagia dan memberikan peristiwa tersebut dengan rating bintang 4. Saat menikmati makanan bersama dengan teman-teman dekat, tertawa bersama, Oprah memberikan rating bintang 5. Serta peristiwa-peristiwa lain yang memberikan kebahagiaan tersendiri. 

Salah satu peristiwa traveling yang mengesankan buat saya adalah saat berkunjung ke Aceh. Hampir setiap kunjungan saya berikan rating bintang 5. Pagi-pagi, saya berkunjung ke Kedai Kopi di pinggir jalan. Kedai Kopi yang ramai dikunjungi masyarakat sekitar ini hanya menyediakan dua jenis kopi yakni kopi hitam dan kopi sanger. Berada di ujung Sumatera menikmati kopi sanger yang khas bersama aneka jajanan pasar yang dititipkan para penjual sekitar kedai bagi saya sangat sangat membahagiakan. Sederhana tanpa ada beban pikiran. Tanpa ada ambisi dan ekspektasi, saya berani memberikan rating bintang 5 untuk kunjungan ke Kedai Kopi di Aceh. 

Saat ke Sabang pun demikian, menjumpai Kedai Kopi di sana lalu menikmati orang-orang yang datang makan makanan berat, ngemil makanan ringan dan menikmati kopi yang hanya ada dua jenis kopi sanger atau kopi hitam khas Aceh. Tapi rating bintang lima akan saya berikan saat melakukan snorkeling di Pulau Rubiah, Sabang Aceh. Keadaan alam yang masih natural membuat ikan-ikan di sana akan gampang ditemui termasuk di tepi pantainya. Tak perlu jauh-jauh untuk dapat menemukan aneka ikan indah saat snorkeling. Mereka para ikan itu begitu dekat. Begitu ramah kepada para pelancong. 

Rating bintang lima lainnya juga saya sematkan saat berkunjung ke Bukittinggi. Pesona Sumatera Barat memang tidak ada habisnya. Salah satu yang membuat saya kagum adalah Bukittinggi. Kota kecil berhawa sejuk dengan makanan yang enak, pemandangan alam yang menakjubkan dan keseruan akan jejak sejarah. Menikmati kuliner khas Nasi Kapau di Bukittinggi masih terngiang kenikmatannya hingga kini. Untuk itu, saya beri rating bintang lima. 

Tidak semua peristiwa memperoleh rating bintang lima. Saat berkunjung ke Sumba sebanyak tiga kali, saya belum menemukan keseruan yang memuncak hingga rating lima. Spot-spot di Sumba kerennya sungguh memanjakan mata. Namun suhu udara yang panas membuat kurang betah berlama-lama. Selain itu, kuliner khas Sumba juga masih jarang ditemukan palingan ada manggulu yang dijual di sentra oleh-oleh. Hampir semua peristiwa di Sumba saya beri rating dengan bintang tiga. 

Rating bintang dua, saya sematkan saat berkunjung ke Toraja. Wisata ke makam-makam hingga kini tak mau saya ulangi lagi. Cukup sekali. Toraja sebagai tempat yang lebih dikenal dengan upacara pemakaman, pemakaman di atas bukit, pohon dan goa membuat takjub sekaligus takut. Rating dua disematkan pun juga karena makanan khas Toraja yang sulit ditemukan. 

Tidak melulu soal traveling sih, rating diberikan. Menikmati teh hangat sembari ditemani pisang goreng dan acara kesukaan di televisi itu juga nggak kalah bahagianya. Apalagi acara di televisi ditayangkan seminggu sekali jadi ada hal yang ditunggu-tunggu. Biasanya me time saya setelah berjibaku dengan pekerjaan, dengan ambisi, dan waktu kerja Senin hingga Jumat adalah menikmati secangkir teh hangat, pisang goreng dan acara favorit. Itu bahagianya. Sederhana tapi rating bintang lima sudah tersematkan. 

Buat kalian apa sih peristiwa di hidup kalian yang memiliki rating bintang lima, bintang empat, bintang tiga, bintang dua dan bintang satu? Yuuk cerita di komentar! 







Senin, 10 April 2023

Menikmati Kenangan di Kopi Klotok Yogyakarta


Foto by Fani Budi Hastanto (local guide) 

Menjelang siang, masih pagi yang berangsur pergi. Saya dan beberapa teman sudah sampai di Kopi Klotok. Apa yang dicari di sini dalam suasana weekdays yang tidak ramai? Tentu saja kuliner dan suasana Kopi Klotok yang mengingatkan diri pada kampung halaman. 

Kami mengambil tempat duduk di beranda. Di kursi kayu khas dengan meja kayu yang lagi-lagi mengingatkan pada kampung halaman. Mengingatkan diri pada masa kecil di tahun 90-an di mana kondisi saat itu semua serba terbatas. Buku bacaan yang terbatas padahal saya penggila buku. Makanan yang terbatas uangnya untuk membeli padahal saya hobi makan, dan permainan modern yang juga terbatas. Untungnya, hutan, kebun, sungai, rawa, sawah jadi tempat belajar dan bermain yang asyik. 

Kami duduk. Kemudian memesan pisang goreng, jadah dari beras ketan putih, dan teh yang dibuat dari serbuk teh kasar khas pedesaan. Sembari menunggu di hadapan kami telah terbentang hamparan sawah dan kebun. Kembali mengingatkan saya pada banyak petualangan di sawah dan sungai-sungai. Memancing ikan bendera yang memiliki tubuh dengan warna indah. Atau menangkap ikan khas sungai dengan seser serupa dengan tudung saji dari bambu. Jika beruntung ikan khas seperti ikan gabus dan ikan belida akan didapatkan. Di beberapa spot, udang-udang kecil akan masuk ke seser lalu ditangkap dan disimpan ke dalam ember. 

Pada sawah-sawah itu, petani berharap pada padi-padinya untuk terus berkembang dan menghasilkan buliran padi yang mengandung beras. Harapan yang umum yang ada pada petani. Jika musim panen tiba, padi-padi tersebut akan dijemur di depan rumah sembari dijaga ketat dari incaran ayam. 

Pisang goreng dan secangkir teh datang, hadir dengan tempat minum dan piring dari kaleng yang khas. 

Saya menghirup aroma teh yang begitu khas. Lagi-lagi aroma yang kembali mengingatkan pada tahun tahun di mana masa kecil berjibaku. Aku menyeruput teh hangat kemudian mengambil pisang goreng yang tidak neko-neko disajikan. Pisang kepok yang digoreng dengan tepung tanpa ada tambahan keju, coklat atau lainnya. 

Saya mulai menggigit pisang goreng dan mengunyahnya. Dulu, menikmati goreng pisang adalah hal yang ekslusif buat saya. Meskipun buah pisang melimpah namun minimnya uang untuk membeli tepung dan minyak akhirnya membuat pisang disajikan dengan direbus atau dikukus saja. 

Dulu salah satu cita-cita bocah saya adalah bisa menikmati aneka gorengan di warung khas Jawa yang menyediakan soto, gado-gado atau pecel uleg. Biasanya gorengan yang ada adalah pisang goreng, bakwan sayur yang dibuat bulat dan tahu bunting atau tahu isi. 

Saya perlu menabung atau menyisihkan uang untuk bisa menikmati aneka gorengan dan segelas es teh. Namun tidak bisa makan banyak karena uang jajan yang juga tidak terlalu banyak. Saat menjadi dewasa seperti ini, Alhamdulillah semua bisa dibeli. Namun entah mengapa rasanya berbeda entah itu rasa makanannya atau rasa dalam perasaan yang telah berbeda. 

Pisang goreng di Kopi Klotok, saya nikmati sambil menyeruput teh hangat. Ah.... Nikmat sekali, saking nikmatnya seolah mampu meredam tekanan pekerjaan dan tekanan kehidupan yang silih berganti serta meredam ambisi dan segala ekspektasi manusia. 

Saat siang sudah turut serta, setelah obrolan mengalir ke sana kemari dan tanpa sadar pisang goreng dan teh sudah raib begitu saja menggali kenangan demi kenangan. 

Kami ke dapur Kopi Klotok, mengambil makan siang yang disajikan prasmanan. Menu khas pedesaan, sayur lodeh, tumis sayuran khas, dan telor dadar jadi pilihan yang kembali mengetuk kenangan demi kenangan di masa silam.

Menikmati hidangan dan suasana di Kopi Klotok seperti menikmati kenangan demi kenangan tentang masa kecil di kampung halaman yang luput dari ambisi, ekspektasi dan tekanan akan kehidupan. Semua berjalan damai. Berjalan tentram. Masya Allah.... 


Yuk Tukoni: Pahlawan UMKM di Masa Pandemi

  Yogyakarta Salah satu tempat yang pah papah selalu ingin kunjungi adalah Yogyakarta. Entah kenapa ketika baru menginjakkan kaki di tanah Y...