Senin, 30 Oktober 2023

Yuk Tukoni: Pahlawan UMKM di Masa Pandemi

 


Yogyakarta

Salah satu tempat yang pah papah selalu ingin kunjungi adalah Yogyakarta. Entah kenapa ketika baru menginjakkan kaki di tanah Yogya, semua permasalahan dalam pekerjaan, tekanan kehidupan dan hal-hal toksik yang kerap muncul dalam sebuah hubungan sirna begitu saja, berganti menjadi sesuatu yang damai, tentram dan pelepas rindu akan sesuatu.

Menyusuri sepanjang Jalan Malioboro di kala senja menjadi salah satu hal yang harus dilakukan. Entah kenapa sekedar duduk atau berinteraksi dengan para pedagang di Jalan Malioboro jadi hal kecil yang penuh makna, penuh dengan rasa syukur yang membuncah. 

Jika mendengar kata Yogyakarta, hal lain yang jadi sesuatu yang kerap dicari adalah kuliner. Yogyakarta menjadi wisata kuliner andalan, karena selain unik, rasa makanan yang enak, harga makanan yang relatif murah. Yogyakarta juga jadi salah satu tempat kuliner kreatif yang tiada banding. 

Tempat makan yang sering saya kunjungi kalau ke Yogyakarta adalah warung-warung tipe Warung Klotok yang menyajikan makanan tradisional secara prasmanan. Selain Warung Klotok ada Cengkir Heritage Resto kemudian Wedangan Kampoeng di bilangan Jalan Kaliurang. Selain tipe tempat makan prasmanan, Yogyakarta juga menghadirkan kuliner-kuliner melalui pasar sehat yang memiliki jadwal masing-masing setiap pekan. Salah satu pasar sehat di Yogyakarta yang menurut saya melegenda adalah Pasar Milas. Para artisan yang mengisi slot di Pasar Milas hadir dengan keunikannya masing-masing. Benar-benar mengagumkan.... 

Bicara kuliner ala street food, Yogyakarta juga menyimpan banyak kuliner street food yang enak dengan harga terjangkau baik di jalan-jalan terkenal maupun di pasar-pasar tradisionalnya. Ketika saya menginap di Masjid Jogokariyan, saya menyusuri Jalan Parangtritis dan menikmati banyak sekali street food yang enak dengan harga yang sangat sangat terjangkau. 

Namun.... tahun 2020 hingga 2022, adalah masa-masa yang kelam untuk semua tempat kuliner di Indonesia termasuk Yogyakarta. Pandemi yang menimpa hingga tiga tahun lamanya membuat tempat-tempat wisata di Indonesia terkena dampak yang cukup signifikan. 

Beberapa tempat di Indonesia termasuk daerah saya di Bogor saling bahu-membahu dalam membantu UMKM terutama UMKM yang bergerak di bidang kuliner. Rupanya daerah-daerah lain termasuk Yogyakarta juga tidak kalah kreatif dalam bergerak membantu UMKM di Indonesia di kala pandemi. 

Yuk Tukoni

Yuk Tukoni yang memiliki arti Ayo Dibeli menjadi langkah keren Revo Suladasha dalam membantu bisnis kuliner UMKM di Indonesia. Revo yang memiliki latar belakang bisnis di bidang makanan dan minuman berinisiatif untuk membuat Yuk Tukoni, sebuah marketplace berbagai kuliner hits Jogja dalam versi makanan beku. 

Revo membuat makanan khas dan hits di Yogyakarta menjadi kemasan-kemasan dapat disimpan cukup lama sehingga dapat dikirim ke luar kota. 

Revo tidak sendirian, bersama kawannya Eri Kuncoro yang merupakan konsultan marketing, pada April 2020  lahirnya Yuk Tukoni. Yuk Tukoni didirikan untuk membantu UMKM yang terdampak selama masa pandemi. Selain itu, juga memudahkan pelanggan untuk mendapatkan makanan yang diinginkan ketika lockdown.

Tersebar dari Yogyakarta, Jawa Tengah hingga Jawa Timur

Sejauh ini, Yuk Tukoni sudah bekerja sama dengan 60 UMKM yang tersebar di Yogyakarta, Jawa Tengah, Madiun, dan Semarang. Yuk Tukoni sudah menjual 1.800 produk melalui platformnya. Sekitar 50-60 persen dari total pemesanan berasal dari ibukota Jakarta. 

Salah satu yang terbantu platform Yuk Tukoni ini adalah Eko, pemilik Mi Ayam Bu Tumini ini adalah salah satu UMKM yang memasarkan dagangannya lewat Yuk Tukoni.

Eko merasa Platform Yuk Tukoni ini cukup membantu di tengah pandemi; biasanya dalam dua hari sekali, Yuk Tukoni membeli 200 bungkus mie ayamnya. Alasannya adalah Yuk Tukoni memiliki banyak pelanggan. Yuk Tukoni pernah kebanjiran pesanan hingga ratusan bungkus sampai-sampai mitra kewalahan memenuhi kebutuhan pasar. 

Langkah Revo dalam memajukan UMKM tidak berhenti hanya melalui platform Yuk Tukoni. Untuk melebarkan sayapnya dalam usaha pemberdayaan UMKM, Yuk Tukoni sedang mempersiapkan toko offline di di beberapa tempat. Selain itu juga, Yuk Tukoni juga membuat workshop untuk UMKM agar dapat menjual produknya di tengah pandemi.

Hingga kini, setelah pandemi mulai reda. Yuk Tukoni sudah memiliki toko offline dan beroperasi dengan mengandalkan, WhatsApp instagram dan Tiktok di @yuktukoni

Apresiasi Khusus

Berkat platform Yuk Tukoni, Revo mendapatkan apresiasi khusus dari SATU Indonesia Award sebagai Penerima Apresiasi Kategori Khusus Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Pandemi COVID-19. Selamat ya Revo dan semoga terus bermanfaat dan berkarya selalu.

Kamis, 12 Oktober 2023

Mengejar Matahari Di Lolai Tongkonan Lempe Toraja


  • Mengejar Matahari Keisya Levronka dan Andi Rianto

Sore ini saat ada waktu senggang, saya melihat beberapa video youtube yang berseliweran. Tiba-tiba hati saya terperanjat bahagia kala salah satu penyanyi yang saya ikuti perkembangannya akan mengeluarkan single baru esok hari. Yang membuat saya kagum, penyanyi ini akan berkolaborasi dengan salah satu musisi keren Indonesia yang sebelumnya berkolaborasi dengan teman seangkatannya di ajang pencarian bakat yang sama yakni Lyodra. Lagu Sang Dewi yang dibawakan Lyodra dan Andi Rianto gaungnya makin terdengar hingga kini. Kali ini giliran Keisya Levronka, penyanyi jebolan Indonesian Idol yang akan berkolaborasi dengan Andi Rianto. 

Menyanyikan kembali lagu milik Ari Lasso, lagu Mengejar Matahari yang merupakan original soundtrack Film Mengejar Matahari (rilis tahun 2004) akan kembali dinyanyikan Keisya Levronka dan Andi Rianto dan rilis esok tanggal 20 Januari 2023. Can’t wait! 

Nah, mengingat lagu Mengejar Matahari, saya jadi teringat salah satu Negeri Di Atas Awan Toraja yakni Lolai Tongkonan Lempe yang berada di Gunung Lolai di atas ketinggian 1.300 meter, Kecamatan Benteng Mamulu, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Sekitar tahun 2016, saya berkesempatan main ke Lolai. Menuju ke sana, saya dan kawan-kawan harus mengejar Matahari agar bisa melihatnya. 


  • Negeri di Atas Awan di Lolai Toraja

Pagi itu, tepatnya sebelum subuh saya harus melawan kantuk untuk bangun dan bersiap menuju Lolai di pukul setengah empat pagi. Kami harus mengejar matahari, sebelum ia memunculkan diri sebisa mungkin kami sudah ada di Lola menikmati awal yang bermunculan yang menutupi sekelilingnya. 

Dari hotel di pusat kota Toraja, saya dan kawan-kawan naik minibus, waktu tempuh sekitar satu jam lebih. Meskipun rasa kantuk begitu kuat menyergap namun rasa bahagia karena akan melihat negeri di atas awan akan segera terealisasi. By the way, karena tujuan kami ke Negeri di atas awan, saya jadi teringat juga lagu Katon Bagaskara yang berjudul Negeri Di Atas Awan, lagu tahun 90-an yang masih asyik didengarkan di era sekarang. 

Jalanan menuju  Gunung Lolai lumayan berbelok dan bebatuan. Selang satu jam lebih, kami sampai di parkiran kemudian turun untuk selanjutnya jalan kaki menuju ke puncak. 

Sampai di puncak beberapa rumah adat Toraja yang begitu khas yakni Tongkanan berjejer rapi. Kami pun menunggu di pinggir tebing, di bawah terlihat lampu di rumah-rumah penduduk yang berkelap-kelip. Agak lama menunggu kedatangan awan, adzan subuh terdengar sayup dari telepon genggam pengunjung lain.  Beberapa dari kami memutuskan sholat subuh terlebih dulu. 

Usai sholat subuh, kami kembali ke tempat semula. Beberapa awan mulai muncul tapi belum terlalu banyak. Semakin lama tempat semakin ramai oleh pengunjung lain. 

Saat fajar mulai terlihat dengan semburat hingga di ufuk timur perlahan awan semakin banyak dan mulai menutup pemandangan rumah penduduk di bawah yang terlihat dari lampu yang berkelap kelip. Semakin lama, awan semakin banyak sehingga  sudah tidak terlihat lagi kerlap kerlip lampu di rumah penduduk. Kami sudah dikelilingi awan. 

Seperti biasa, ketika awan sudah terlihat penuh. Kami pun berfoto untuk mengabadikan moment. Lambat laun ketika matahari yang berhasil kami kejar tadi pagi mulai menampakkan sinarnya perlahan awan-awan mulai pamit satu-persatu. Rumah penduduk di bawah yang tadi tertutup awan mulai terlihat jelas. 

Kami kembali foto di Rumah Tongkanan yang memiliki kekhasan dengan estetika yang apik. Setelah puas berfoto ria, kami kemudian mulai turun menuju parkiran. Sayangnya, di sekitar Negeri di Atas Awan Lolai ini tidak ada yang menjual camilan atau sarapan yang bisa dinikmati saat di mobil. Tapi tak mengapa, kami bisa menikmati sarapan di sekitar hotel. 

Kalau ditanya apakah worth it, bangun pagi pagi hanya untuk sekadar melihat awan di gunung. Bagi saya worth it apalagi ini adalah pengalaman perdana melihat sisi lain Toraja dan ini juga kali pertama saya melihat Negeri di Atas Awan yang memukau. 

Setelah Lolai, Kira-kira mengejar matahari di bumi bagian mana lagi ya? 


Negeri Di Atas Awan Lolai Tongkonan Lempe

Alamat: Benteng Mamulu, Kec. Kapala Pitu, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan 

Jam buka: Buka 24 jam


Yuk Tukoni: Pahlawan UMKM di Masa Pandemi

  Yogyakarta Salah satu tempat yang pah papah selalu ingin kunjungi adalah Yogyakarta. Entah kenapa ketika baru menginjakkan kaki di tanah Y...